Jumat, 09 November 2007

Cerita tentang Nama

William Shakespeare bilang, “apalah arti sebuah nama?” menurut gue itu pertanyaan yang sangat tidak ilmiah! Coba, kalau semua orang di dunia ini berpikiran sama dengan Shakespeare, ortu-ortu ga akan ngasih anaknya nama. Setiap orang dipanggil dengan “psstt..psstt..”, “wooiiii…woooii”, “suit..suit..hey..hey..” Hiiyyyyy..gak bangeT!
Makanya, gue bersyukur, ortu ga punya pikiran yang sama kayak shakespeare. Melalui hasil perenungan dan do’a, pada hari ketujuh kelahiran gue yang berbahagia, ortu ngasih gue nama “Prahasti”, lengkapnya Prahasti Symn (sengaja ga ditulis lengkap nama belakangnya, berhubung itu nama bapak…the truth is, gue takut, kalau nama aslinya ketauan, gue bakalan ngetop! ).
Nama gue prahasti, biar gampang manggilnya, ortu ngasih gue nama panggilan Asti. Di masa-masa awal pertumbuhan, maksudnya dari mulai lahir dan masa batita, gue tinggal di Bandung, yang mana menjadikan gue seorang yang ‘Bandung minded’, sampe sekarang (suatu informasi yang sangat tidak penting dan tidak nyambung!).
Pada umur kurang lebih dua taunan, dimana gue mulai bisa diajak ngobrol karena udah mulai rajin ngomong, ortu dan segenap keluarga besar (kakek, nenek, uwa, paman, bibi) ga lupa ngajarin gue untuk bisa menyebut nama sendiri.
“Ayo bilang ASTI!” kata mereka, yang langsung gue ikutin “ATATI!” dengan semangat 80 (taun 45 gue belum lahir!). Berdasarkan penelitian yang gue lakukan secara tidak sengaja, menyebut huruf “S” untuk anak yang baru belajar ngomong, adalah pekerjaan yang sangat berat. Sample yang paling up to date adalah sepupu gue yang berumur 2 taun, dia nyebut sayur sop dengan “APETOP”, see…betapa susahnya nyebut kata yang ada huruf “S”nya.
Dari mana gue tau tentang ATATI ini? Jadi gini, gue punya sepeda roda tiga yang setia nemenin gue sampe usia SD. Waktu itu gue dah bisa baca, ketika sedang asyik mengagumi si sepeda, bagaikan seorang montir gue ngebolak-balik sepeda itu (bukan masalah sulit buat anak usia SD ngebolak-balik sepeda roda tiga!). Lalu gue ngebaca sesuatu dibawah tempat duduk warna kuning si sepeda, sebuah kata “ATATI” terukir dengan hitamnya (soalnya ditulis pake spidol item). Gue juga berbakat jadi detektif swasta, tanpa basa-basi langsung nyari nara sumber yang bisa ngasih tau, apa maksud kata ATATI yang nangkring di sepeda itu, gue nanya mama!
“Itu nama kamu!” kata mama.
“Haaaah….!!” Gue ga percaya. Lalu mama cerita tentang gue yang waktu umur 2 taun gak bisa nyebut nama asti dengan baik dan benar. Trus mama juga bilang kalau om gue dengan cemerlangnya mengabadikan nama itu di sepeda roda tiga gue, buat kenang-kenangan.
Alhamdulillah, masa-masa sulit itu sudah berlalu, buktinya sekarang gue bisa memanggil nama gue dengan baik dan benar sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan.
Taun 91 gue jadi anak SMP (setelah namatin SD selama 6 taun), gue gak pernah berpikir bahwa nama gue bakalan ngasih kenang-kenangan lagi.
Waktu itu pelajaran bahasa Sunda, bu guru rupanya pengen tau sampe dimana kemampuan berbahasa murid-muridnya, dia lalu ngasih kami dialog bahasa sunda yang harus dibawakan oleh 3 orang (semacam drama pendek). Bu guru manggil 3 orang yang sama-sama muhrim (maksudnya 3 orang tuh cowok semua atau cewek semua). Kita belum sebulan jadi anak SMP, jadi bu guru belum hapal semua nama murid. Bu guru menggunakan senjata andalannya, daftar absensi.
Semua berjalan normal sampe tiba giliran gue. “Iden, Ujang (bukan nama sebenarnya, soalnya gue lupa namanya siapa), Prahasti!” bu guru manggil kita. Dengan semangat kita bertiga maju ke depan kelas, tapi bu guru nampak agak bingung pas lihat formasi kita.
“Mana yang namanya Iden?” Tanya bu guru, Iden langsung angkat tangan.
“Ujang (bukan nama sebenarnya)?” Ujang juga angkat tangan.
“Kamu Prahasti?” bu guru nunjuk gue, gue pun ngangguk dengan patuh.
“Kamu perempuan?” gue menatap bu guru dengan agak curiga.
“Kok disini ditulis kelamin kamu laki-laki?!” What!!?? Apa yang terjadi??!!
Ternyata masalahnya ada di nama gue dan daftar absensi. Tau kan bentuk daftar absensi kayak gimana? Daftar yang terdiri dari beberapa kolom yang ngasih info tentang NIS (nomor induk siswa), Nama, L/P (jenis kelamin).
Ternyata, nama lengkap gue dikategorikan sebagai nama laki-laki!! Apa pejabat di bagian TU gak ngeliat profil gue, foto 3x4 gue, yang tanpa basa-basi menunjukkan gue adalah seorang gadis ABG yang riang gembira?! Peristiwa aneh ini emang terjadi, dan daftar absensi yang bermasalah itu tetap bertahan sampe gue lulus dari SMP. Protes yang gue layangkan ke pejabat TU tidak ditanggapi secara serius. Untung aja, ijazah gue ga ikut-ikutan salah, rupanya pejabat yang berwenang akhirnya menyadari kekhilafan mereka.
Gue pun jadi anak SMA. Kelas gue adalah kelas 1-7. Semenjak absensi gue bermasalah, gue suka agak parno, kegiatan yang suka gue lakukan adalah ngitung jumlah anak cewek dan anak cowok yang ada di kelas trus disamain ma yang tertera di absensi. Ternyata kali ini gue selamat. Tapi apa iya?
Jumlah murid cewek dan cowok di kelas gue berimbang, masing-masing jumlahnya 20 orang. Sesuai dengan yang ada di absensi, nampaknya gak ada masalah, tapi… tunggu dulu, ternyata kejadian lama terulang lagi! Di daftar absensi, gue kembali masuk kelompok anak laki-laki!
Oh no… kali ini yang jadi korban gak cuma gue, tapi juga temen gue, Rurry Nur K. Jenis kelamin kita berdua ketuker! Rurry jadi perempuan dan gue jadi laki-laki! Not Again!!!
Di masa SMA ini, nama panggilan gue jadi lebih bervariasi. Selama ini, gue selalu dipanggil dengan Asti, tapi pas SMA temen-temen ada yang manggil gue dengan Pra, Praha, atau Pras. Gak masalah sih, soalnya itu masih potongan nama gue juga. Tapi, yang manggil gue dengan nama yang gak ada hubungannya ma nama gue juga ada lho!
Gue lagi jalan menuju kelas, ketika seseorang manggil.
“Rahman!” katanya, gue terus jalan, lagian siapa tuh yang dipanggil!
“Rahman!” sekali lagi nama itu dipanggil. Gue nengok kiri kanan, nyari si rahman yang dipanggil itu. Gak jauh dari tempat gue berdiri, gue lihat guru bahasa Indonesia gue dan beberapa orang murid lagi ngobrol, kayaknya sih yang manggil si rahman adalah pak guru. Pak guru ngeliat gue, trus gue senyum dan mo nerusin jalan, ketika pak guru manggil lagi. “Rahman! Kamu dari tadi dipanggil kok diem aja!” katanya lagi.
Gue nunjuk diri gue, “Bapak manggil saya?” Tanya gue bingung.
“Iya! Sini kamu!” katanya tanpa rasa bersalah.
“Tapi, nama saya bukan Rahman pak”, gue meralat kata-kata pak guru.
“Rahman, kamu ga usah bercanda, sini!” pak guru keukeuh! Ini parah! Kok bisa, gue ganti nama jadi Rahman, tanpa pemberitahuan sebelumnya? Tidaakkk!!!
Agustus 97 gue tercatat jadi mahasiswi. Mudah-mudahan nama gue gak bikin masalah lagi, dan semua berjalan lancar, setidaknya absensi gue selamat, alhamdulillah. Cerita tentang nama yang gue alami semasa kuliah adalah, “Nama kamu ini dari bahasa Sansekerta, kamu mau tau artinya gak?”
Gue lagi ngobrol ma temen kost gue yang orang Bali, mbak Made. Dia bilang, Prahasti tuh kata dalam bahasa Sansekerta (sebelumnya, dosen metode riset gue juga bilang hal yang sama), trus dia ngasih tau gue artinya. Katanya, prahasti tuh kalau diumpamakan adalah sebuah kastil yang indah, kastil itu tertutup benteng tinggi, orang-orang ga tau apa yang ada di dalam benteng itu, ternyata pas benteng itu terbuka, ada kastil yang indah didalamnya. Kesimpulannya, prahasti itu adalah sesuatu yang indah. Gue gak tau bener apa engga, tapi yang jelas gue ngerasa itu unik. Waktu gue konfirmasi ke mama tentang arti nama gue, menurut mama, nama gue artinya adalah ‘Anak perempuan pertama ortu gue’. Sebenarnya nama gue tuh diambil dari gabungan nama ortu, tapi kalau jadinya kayak bahasa Sansekerta sih bagus aja, itu kata mama.
Gue pikir masa kuliah gue akan berakhir mulus tanpa ada lagi masalah dengan nama. Eh, justru di hari wisuda, hal yang sama, masalah nama dan jenis kelamin terulang lagi!
Panitia wisuda, memisahkan tempat duduk wisudawan dan wisudawati. Wisudawan duduk di balkon, sementara wisudawati duduk di lantai dasar, selain itu setiap kursi pun diberi nama supaya gak ketuker. Sesuai aturan, gue pun nyari kursi gue di lantai dasar, nama gue ga ada. Acara mau dimulai, akhirnya gue dapat kursi juga, walaupun itu bukan kursi gue. Setelah acara wisuda selesai, gue baru tau kalau nama gue ada di kursi yang ada di balkon, tempat wisudawan! Lagi-lagi nama gue disangka nama laki-laki! Oh..why me?
Gue mulai membuktikan kalau nama gue mungkin banget dari bahasa Sansekerta, iseng-iseng gue chating. Biasanya gue chating ma sodara atau temen gue, tapi kali ini gue pengen join a room. Gue join room religion and belief, tepatnya lagi room muslim. Belum lama masuk chat room, udah ada yang ngajak kenalan, tapi..ini bahasa apa?
Mr. X: &&###@@@ (dia nyapa dengan bahasa yang aneh)
Gue: sorry, I don’t understand
Mr. X: r u Hindi?
Gue: what?
Mr. X: u speak urdu?
Gue: No, I’m Indonesian (gue udah mulai ‘ngeh’ dia pikir gue orang India)
Mr. X: oh, I thought u from India
Mr. X: ur name is an Indian’s name (tuh kan! Gue dikira orang India!)

Selanjutnya gue pernah nyoba chat di room lagi, dan kejadian yang sama juga terulang. Gue disangka orang India.
Walaupun nama gue sering disalahpahami ma orang-orang, sejujurnya gue bangga banget ma nama gue, soalnya menurut gue itu nama yang bagus, unik, dan gak pasaran! Narsis juga ya gue!
Berbekal rasa narsis alakadarnya, gue nyari nama yang sama dengan nama gue di Friendster, gue berasumsi nama gue ini gak pasaran, dan mungkin gue lah satu-satunya yang pake nama ini. Cihhhh! *Narsis mode on*
Taunya, ada juga yang namanya sama, tapi ga banyak, Cuma 3 orang, itupun udah termasuk gue, jadi asumsi gue soal gak pasaran itu terbukti.
Alhamdulilah sekarang gue udah kerja, gue rasa, setelah dewasa masalah dengan nama gak akan terulang lagi. Lagian ini kantor, mereka pasti lebih professional dan gak akan melakukan kesalahan kayak waktu gue sekolah dan kuliah dulu.
Kantor gue kerjasama dengan sebuah perusahaan asuransi, semua karyawan diasuransikan. Satu hari, bagian kepegawaian minta semua karyawan untuk ngecek form-form isian asuransi itu. Semua form udah diisi ma pihak asuransi dan kepegawaian, kita tinggal ngecek aja, takut-takut ada data yang salah. Dan…Lagi???????????!!!!!!!!!!!!!
Kali ini gue bener-bener kesel. Kenapa terjadi lagi? Apa petugas-petugas itu gak bisa lihat? Gue cewek! Gue juga berjilbab! Masa sih masih aja mereka melakukan kesalahan?! Gue juga marah ke bagian kepegawaian. Gue kan karyawan di situ, masa gak ngenalin gue sih!?Di form itu tertulis: Tn. Prahasti Symn, jenis kelamin: Laki-laki.

Baca Ulas: Mecca, I'm Coming! Karya Salamun Ali Mafaz

Mecca I'm Coming by Salamun Ali Mafaz My rating: 3 of 5 stars Tokoh utamanya Eddy dan Eni dari Desa Timpik. Eddy seorang pemuda biasa...